Sabtu, 22 November 2008

Karena Ilmu dan Keyakinan

Ada seseorang yang butuh kejadian sesuatu, yang kemudian mengantarkannya
kepada Allah. Ada juga yang cukup dengan ilmu dan keyakinan yang
mendorongnya beribadah, tunduk dan patuh kepada Allah. Dua-duanya
istimewa. Yang salah adalah yang tidak bergeming, tidak beribadah; baik
dengan ilmunya, maupun pengalamannya.

Berikutnya, kisah seorang yang melakukan ibadah, sebab didahului oleh
ilmu dan keyakinan. Adalah Iwan, sebut begitu, seorang karyawan di
sebuah perusahaan otomotif. Ia mendengar kuliah dhuha pagi itu di
kantornya, bahwa shalat Dhuha 6 rakaat punya fadhilah,

"Allah akan mencukupkan rezekinya."

Saya yang menjadi guru tetap di pengajian bulanan tersebut bertutur
kira-kira begini, "Kalo kita percaya sama Allah, kita kudu percaya akan
petunjuk-Nya. Salah satunya ketika Allah dan Rasul-Nya bicara tentang
petunjuk bagaimana mencari rezeki. Dalam banyak bab "Mencari Rezeki",
salah satu yang dijadikan jalan pembuka pintu rezeki adalah shalat
Dhuha. Allah bilang lewat Rasul-Nya dalam sebuah hadits qudsi,

"Dari Rasulullah Saw, Allah Swt berfirman, 'Wahai anak Adam, shalatlah
untuk-Ku empat rakaat di awal siang (dhuha), maka akan Aku cukupkan
bagimu siangmu." (Hadits qudsi diriwayatkan oleh at-Tirmidzi)

Begitulah saya memotivasi para mustami' (pendengar majelisnya) agar
mereka mau berkenan shalat Dhuha. Saya yang menyodorkan janji Allah dan
Rasul-Nya sebagai dorongan beribadah mengatakan, bahwa tidak usah takut
mengerjakan shalat Dhuha lantaran janji dan dorongan Allah dan Rasul-Nya
ini. Inilah yang disebut KEUTAMAAN. Bukankah orang yang percaya sama
Allah dan Rasul-Nya disebut orang yang beriman? Sedangkan iman itu apa
sih? Iman itu'kan percaya. Maka ketika Allah dan Rasul-Nya menyeru
dengan memberi dorongan sejumlah keutamaannya, maka inilah kiranya
kebaikan Allah dan Rasul-Nya dan kebaikan seseorang yang beriman yang
percaya sama kalam Allah dan Rasul-Nya. Berkaitan dengan shalat Dhuha,
di dalam majelis di kantor tersebut, saya kemudian mengatakan ini,
"Ketika seseorang shalat Dhuha 6 rakaat, Allah punya kalam lain,

"Siapa yang shalat Dhuha 6 rakaat, Allah akan mencukupkan kebutuhannya
hari itu."

Selanjutnya saya memotivasi, "Jika di antara saudara yang hadir di sini
percaya, lalu punya kebutuhan, punya hajat, dan dia berkenan shalat
Dhuha 6 rakaat, percayalah insya Allah janji Allah ini benar-benar akan
terwujud." Alhamdulillah. Di antara jamaah yang hadir, ya Iwan itu.

Iwan mendengar perkataan saya, "Kejar target, kejar kebutuhan yang
diperlukan dengan mendirikan shalat Dhuha 6 rakaat. Sisihkan waktu.
Daripada cape enggak karuan, mending ngorbanin waktu sedikit untuk
mengundang janji Allah terbukti di masalah dan hajat kita." Rupanya
termotivasi betul Iwan mendengar hal demikian. Tidak sabar ia menunggu
waktu pulang. Waktu itu hari Jum'at. Pengajian saya di sana, saban hari
Jum'at pagi keempat tiap bulannya. Ia pengen cepat-cepat pulang. Pengen
mengabarkan kepada istrinya ini. Pengajian tadi seakan menjadi solusi
baginya, yaitu bagi bayangan kesulitan yang sedang ada di depan matanya.

Memangnya apa kesulitannya Iwan ini?

2 bulan lagi ia punya kebutuhan 7,5 juta untuk biaya studi 3 anaknya.
Sebagai karyawan biasa, angka ini besar sekali buat dia. Apalagi dia
punya satu dua cicilan utang. Tapi ia tadi pagi mendengar saya berkata,
"Dulu, sebelum tahu ilmu dhuha ini, seseorang begitu punya kesulitan,
sudah berancang-ancang mencari bantuan dan pertolongan orang lain.
Sekarang, enggak usah. Cari saja pertolongan lewat sisi Allah ini. Nanti
Allah yang menyediakan jalanjalan- Nya."

Iwan mengamini. Memang begitu. Ia dulu bukan saja sekadar
berancang-ancang mencari bantuan. Tapi ia bahkan sudah berjalan mencari
bantuan itu! Ke sana kemari. Ketemu enggak?

Enggak!

Makanya, ketika dapat pencerahan pagi itu, ia bahagia sekali. Ia tahu
kesalahannya kini. Ia cari bantuan orang lain tapi tidak mencari Allah,
Pemilik segala bantuan yang diinginkan. Ia tahu kesalahannya. Langkah ia
tetapkan untuk mencapai dan mengejar apa yang menjadi kebutuhannya. Tapi
karena ia mencari tanpa ilmu, tanpa pengetahuan bahwa ada cara mudah dan
cepat, yaitu menyandarkan pada kekuatan Allah, ia punya langkah tak
jelas. Kini, dengan shalat Dhuha ia percaya langkahnya ini menjadi
jelas. Sebab jelas juga yang ia tuju; ridha dan pertolongan Allah
melalui shalat Dhuha.

"Katakanlah, 'Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya
kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan."
(QS. az- Zumar: 44)

Subhanallah! Mudah-mudahan kita berkeyakinan seperti yakinnya Iwan ini.
Sesampainya di rumah, bertuturlah Iwan kepada istrinya sebagaimana saya
bertutur untuk dirinya. Iwan lalu meminta istrinya itu menemaninya
shalat Dhuha. Ia shalat di kantor di selasela kesibukannya. Istrinya
shalat di rumah. Dhuha yang diambilnya 6 rakaat, dengan keyakinan bahwa
inilah cara yang benar yang insya Allah menjadi jalannya menutup 7,5
juta. Saudaraku, kita coba berhenti sejenak.

Sampe sini, banyak orang yang menyalahkan dengan mengeluarkan ungkapan,
"Shalat Dhuha kok untuk uang…? Untuk kebutuhan... ?" Begitu'kan?

Banyak yang menyalahkan pencari pertolongan Allah lewat ibadah.

Tapi terserahlah. Masing-masing punya pendapat. Yang penting, jika
saudara hanya berdebat, maka kebesaran Allah tidak akan terjadi.
Silahkan sibuk saja terus berdebat. Tidak usah melakukan. Akan halnya
Iwan, karena ia melakukannya dengan segenap keyakinan atas informasi
(ilmu) yang didapatnya, maka ilmu dan keyakinannya, bekerja! Keajaiban
pertolongan Allah benar-benar terjadi!

Hanya selang dua minggu ia melakukan, jawaban untuk dana yang ia
butuhkan ia dapati. Ya, hanya 2 minggu! Unbelieveable!

Iwan lapor kepada saya di pengajian Jum'at berikutnya, alias di empat
pekannya kemudian. Bahwa ia tidak berhenti sampe di situ. Ia terus
meminta istrinya meneruskan riyadhah lewat shalat Dhuha ini untuk
masalahnya yang lain, di luar masalah yang 7,5 juta untuk anggaran
pendidikan anak-anaknya.

Hebat! Saya mengatakan hebat. Banyak orang yang tidak percaya, Iwan
percaya. Ketika seseorang melakukan apa yang diseru Allah dan Rasul-Nya,
lalu tatkala Allah membuktikan kebenaran janji-Nya, orang tersebut
berhenti sampai di situ, alias tidak meneruskan lagi menjadi sebuah
pekerjaan yang di-dawam-kan. Sedangkan Iwan? Dia malah meneruskan.

Hebat! Ya hebat.

Memang apa masalahnya Iwan yang lain? Ada lagi?

Namanya juga manusia. Kalau mau jujur, masalahnya pasti banyak. Rupanya
Iwan punya utang 50 juta. Ia lumayan pening dengan urusan ini. Otaknya
enggak aja memikirkan yang 50 juta ini. Sebab sebelumnya, yang 7,5 juta
enggak tahu bagaimana ngurusinnya. Karenanya ketika ia berdecak kagum
akan dhuha ini, untuk urusan 7,5 jutanya, ia meneruskan dhuhanya
tersebut untuk urusan 50 jutanya. Ia yakin, kali ini pun ia pasti
berhasil. Caranya sama, Tuhannya sama, masa iya enggak berhasil. Di
depan jamaah lain yang mendengar testimoni Iwan, lagi-lagi saya
mengatakan hebat.

"Seseorang yang melakukan tanpa ilmu dan tanpa keyakinan saja, insya
Allah ia akan tetap merasakan fadhilah (keuntungan) amal, apalagi yang
melakukannya sebab ilmu, sebab yakin, dan sebab pengalaman. Pasti
bertambah subhanallah dah," tutur saya menimpali. Itulah yang memang
terjadi. Iwan bercerita, bahwa 50 juta itu ia dapatkan sebelum genap ia
ketemu Jum'at yang keempat. Alias ia mendapatkan jawaban atas
kebutuhannya itu, juga dalam waktu kurang 2 minggu! Jarak tempuh
pencapaian target hanya 2 minggu sejak ia tetapkan dirinya untuk
menempuh jalan shalat Dhuha 6 rakaat.

Untuk yang satu ini, saya memiliki komentar yang menarik. Kata saya,
percepatan itu terjadi sebab Iwan mengerjakannya tidak sendirian,
melainkan bersama-sama istrinya. Ibarat memakai kaki untuk berjalan,
Iwan memakai kaki yang lengkap, kiri dan kanan. Jelas lebih cepat
dibandingkan dengan mereka yang berjalan dengan satu kaki. "Jadi, buat
saudara yang kepengen mencapai target kebutuhan rumah tangga dan
usahanya, jangan lakukan sendirian. Jalankan bersama-sama istri atau
suami masing-masing. Kalau perlu, bersama-sama satu tim, satu divisi,
satu kelompok, bersama karyawan, dan seterusnya. Pokoknya jangan
sendirian." "Buat yang hidupnya memang sendirian gimana Ustadz?" tanya
salah satu jamaah. "Pikirkan saja cara-cara yang ia bisa melakukannya
bersama yang lain. Misalnya, menjamu kawan kosnya yang beda tempat,
sarapan bersama. Lalu utarakan tentang fadhilah dhuha 6 rakaat, dan
kemudian lakukan bersama-sama. Atau undang anak-anak yatim sekitar yang
sekolahnya siang. Jamu mereka, dan lakukan shalat Dhuha bersama. Insya
Allah larinya bakal cepat."

Tidak lupa saya mengingatkan walau bersama-sama, tapi tetap dengan niat
"sendiri sendiri" , bukan berjamaah.

Nah, di akhir cerita, Iwan mengaku, "Insya Allah Ustadz, saya akan tetap
menjaga niat, untuk melakukan dhuha bukan karena masalah dan keinginan,
tapi karena Allah semata." Terhadap kalimat yang kayak begini, Luqman
mengoreksi, "Jangan berkurang keyakinan Wan. Yakini apa yang sudah
terjadi sebagai sebuah kebenaran. Banyak orang yang tidak tahu, Iwan
tahu. Banyak orang yang tidak yakin, Iwan yakin. Banyak orang yang gelap
bagaimana menyelesaikan masalahnya, bagaimana menjawab keinginannya,
Iwan mengetahui kunci-kuncinya. Masa'kan lalu Iwan membungkusnya dengan
kalimat "yang benar" tapi "tidak tepat" seperti itu. Tidak Wan. Tidak
ada yang salah dengan yang Iwan lakukan sehingga Iwan perlu mengatakan
bahwa Iwan akan menjaga niat untuk melakukan hanya karena Allah. Tidak
perlu! Itulah kepercayaan orang yang beriman. Kepercayaannya bekerja.
Bekerja menjadi keajaiban. Satu yang Iwan perlu lakukan adalah tambah
rasa syukurnya dengan tetap melakukan ibadah dhuha 6 rakaat tersebut
tanpa perlu ada masalah dan keinginan. Sedangkan bila Iwan ada lagi
masalah dan keinginan, maka itulah yang disebut iman, yaitu Iwan
membawanya lagi kepada Allah dengan cara melakukan petunjuk- Nya."

Saudaraku, tulisan bagian ini ditulis dan dimasukkan ke dalam buku "THE
MIRACLE". Di mana di buku ini dikupas secara mendalam filosofi amal
perbuatan yang dilakukan dengan berdasarkan ilmu, keyakinan, dan
pengalaman, hingga kemudian diistiqamahkan atau didawam- kan. Maka
ketika saudara tidak menghentikan riyadhah saudara, maka percayalah,
keajaiban akan terus menerus terjadi! Insya Allah.

Percaya dengan janji dan kalam Allah dan Rasul-Nya, inilah yang disebut
iman yang sempurna. Tambah sempurna dengan menyempurnakan iman menjadi
berwujud amal shaleh.?

***

Percuma mencari segala teori penyelesaian hidup, jika Yang Maha Segala
tidak menghendaki.

***

Bentuk konritnya tentu saja ada. Di antaranya saya berusaha keras
memperbaiki rundown hidup saya dulu yang selama ini salah. Ya,
urut-urutan kita menjalani hidup ini, salah. Dan emang urusan sama Allah
mah kayak tebalik balik. Mestinya tengah malam atau di penghujung malam
enak-enak tidur, kita disuruh bangun. Pagi-pagi disuruh ngegetolin nyari
duit, ini merilekskan badan dan pikiran dulu buat dhuha. Di saat-saat
sedang sibuk, ada zuhur sama ashar. Ketika dapat duit, maka disuruh
ngeluarin lagi sebagiannya. Padahal di saat yang sama, kita malah
kepengennya kan bertambah, bukan berkurang. Beginilah hidup seorang
mukmin, seorang yang percaya sama Allah. Dia tunduk dan patuh kepada
Allah dan terhadap aturan-aturan- Nya, dan inilah Islam; aslama yuslimu,
islaaaman, berserah diri, tunduk dan patuh kepada Allah dan
ajaran-ajaran- Nya. Pelakunya disebut muslim (faa'il/subject) .
Nyatanya? Di kehidupan sehari-hari? Kita kurang ikhlas ngejalanin hidup
ini. Kita ga sabar ngejalanin ibadah. Kita pun malah menjadikan
ibadah-ibadah menjadi beban. Ada yang hanya kemudian menjalankan
wajibnya saja, dan wajib itupun dijalankan tidak dengan sepenuh hati.

Saya menyebut saya menjalani kehidupan yang salah, sebab itu hidup saja
jadi jauh dari Allah.

Bagaimana salahnya? Di mana salahnya?

Begini, setiap mukmin, mestinya memulai harinya dari bangun di
pertengahan malam, di dua pertiga malam, atau di sepertiga malam yang
terakhir. Bangun untuk apa? Untuk tahajjud, untuk sujud kepada Allah
Yang Maha Rahman. Allah menyebut mereka sebagai hamba-Nya jika kemudian
kita semua bisa "yabiituuna lirobbihim sujjadaw wa qiyaamaa", di tengah
malam bisa sujud dan ruku di hadapan Allah. Wadz-kurisma rabbika
bukrataw washiilaa, kita bisa mengingat Allah di saat pagi dan petang.
Coba saja benahin tahajjudnya, niscaya garis hidup akan lurus lagi
dengan sendirinya.

-Ust Yusuf Mansyur.-
kuliah onlinse wisatahati



Dapatkan alamat Email baru Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!

Tidak ada komentar: