Senin, 24 November 2008

INGAT MATI...!!!

Hidup di dunia ini tidaklah selamanya. Akan datang masanya kita berpisah dengan dunia berikut isinya. Perpisahan itu terjadi saat kematian menjemput, tanpa ada seorang pun yang dapat menghindar darinya. Karena Ar-Rahman telah berfirman:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati, dan Kami menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan sebagai satu fitnah (ujian), dan hanya kepada Kami lah kalian akan dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ
“Di mana saja kalian berada, kematian pasti akan mendapati kalian, walaupun kalian berada di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (An-Nisa`: 78)
Kematian akan menyapa siapa pun, baik ia seorang yang shalih atau durhaka, seorang yang turun ke medan perang ataupun duduk diam di rumahnya, seorang yang menginginkan negeri akhirat yang kekal ataupun ingin dunia yang fana, seorang yang bersemangat meraih kebaikan ataupun yang lalai dan malas-malasan. Semuanya akan menemui kematian bila telah sampai ajalnya, karena memang:
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Seluruh yang ada di atas bumi ini fana (tidak kekal).” (Ar-Rahman: 26)
Mengingat mati akan melembutkan hati dan menghancurkan ketamakan terhadap dunia. Karenanya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan hasungan untuk banyak mengingatnya. Beliau bersabda dalam hadits yang disampaikan lewat shahabatnya yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).” (HR. At-Tirmidzi no. 2307, An-Nasa`i no. 1824, Ibnu Majah no. 4258. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Hasan shahih.”)
Dalam hadits di atas ada beberapa faedah:
- Disunnahkannya setiap muslim yang sehat ataupun yang sedang sakit untuk mengingat mati dengan hati dan lisannya, serta memperbanyak mengingatnya hingga seakan-akan kematian di depan matanya. Karena dengannya akan menghalangi dan menghentikan seseorang dari berbuat maksiat serta dapat mendorong untuk beramal ketaatan.
- Mengingat mati di kala dalam kesempitan akan melapangkan hati seorang hamba. Sebaliknya, ketika dalam kesenangan hidup, ia tidak akan lupa diri dan mabuk kepayang. Dengan begitu ia selalu dalam keadaan bersiap untuk “pergi.” (Bahjatun Nazhirin, 1/634)
Ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah ucapan yang singkat dan ringkas, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (kematian).” Namun padanya terkumpul peringatan dan sangat mengena sebagai nasihat, karena orang yang benar-benar mengingat mati akan merasa tiada berartinya kelezatan dunia yang sedang dihadapinya, sehingga menghalanginya untuk berangan-angan meraih dunia di masa mendatang. Sebaliknya, ia akan bersikap zuhud terhadap dunia. Namun bagi jiwa-jiwa yang keruh dan hati-hati yang lalai, perlu mendapatkan nasihat panjang lebar dan kata-kata yang panjang, walaupun sebenarnya sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan (yakni kematian).”
disertai firman Allah k:
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati,” sudah mencukupi bagi orang yang mendengar dan melihat.
Alangkah bagusnya ucapan orang yang berkata:
اذْكُرِ الْمَوْتَ تَجِدُ رَاحَةً، فِي إِذْكَارِ الْمَوْتِ تَقْصِيْرُ اْلأَمَلِ
“Ingatlah mati niscaya kau kan peroleh kelegaan, dengan mengingat mati akan pendeklah angan-angan.”
Adalah Yazid Ar-Raqasyi rahimahullahu berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka engkau wahai Yazid! Siapa gerangan yang akan menunaikan shalat untukmu setelah kematianmu? Siapakah yang mempuasakanmu setelah mati? Siapakah yang akan memintakan keridhaan Rabbmu untukmu setelah engkau mati?”
Kemudian ia berkata, “Wahai sekalian manusia, tidakkah kalian menangis dan meratapi diri-diri kalian dalam hidup kalian yang masih tersisa? Duhai orang yang kematian mencarinya, yang kuburan akan menjadi rumahnya, yang tanah akan menjadi permadaninya dan yang ulat-ulat akan menjadi temannya… dalam keadaan ia menanti dibangkitkan pada hari kengerian yang besar. Bagaimanakah keadaan orang ini?” Kemudian Yazid menangis hingga jatuh pingsan. (At-Tadzkirah, hal. 8-9)
Sungguh, hanya orang-orang cerdas cendikialah yang banyak mengingat mati dan menyiapkan bekal untuk mati. Shahabat yang mulia, putra dari shahabat yang mulia, Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan, “Aku sedang duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala datang seorang lelaki dari kalangan Anshar. Ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, mukmin manakah yang paling utama?’ Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’
‘Mukmin manakah yang paling cerdas?’, tanya lelaki itu lagi. Beliau menjawab:
أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ أَكْيَاسٌ
“Orang yang paling banyak mengingat mati dan paling baik persiapannya untuk kehidupan setelah mati. Mereka itulah orang-orang yang cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 1384)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu berkata, “Ad-Daqqaq berkata, ‘Siapa yang banyak mengingat mati, ia akan dimuliakan dengan tiga perkara: bersegera untuk bertaubat, hati merasa cukup, dan giat/semangat dalam beribadah. Sebaliknya, siapa yang melupakan mati ia akan dihukum dengan tiga perkara: menunda taubat, tidak ridha dengan perasaan cukup dan malas dalam beribadah. Maka berpikirlah, wahai orang yang tertipu, yang merasa tidak akan dijemput kematian, tidak akan merasa sekaratnya, kepayahan, dan kepahitannya. Cukuplah kematian sebagai pengetuk hati, membuat mata menangis, memupus kelezatan dan menuntaskan angan-angan. Apakah engkau, wahai anak Adam, mau memikirkan dan membayangkan datangnya hari kematianmu dan perpindahanmu dari tempat hidupmu yang sekarang?” (At-Tadzkirah, hal. 9)
Bayangkanlah saat-saat sakaratul maut mendatangimu. Ayah yang penuh cinta berdiri di sisimu. Ibu yang penuh kasih juga hadir. Demikian pula anak-anakmu yang besar maupun yang kecil. Semua ada di sekitarmu. Mereka memandangimu dengan pandangan kasih sayang dan penuh kasihan. Air mata mereka tak henti mengalir membasahi wajah-wajah mereka. Hati mereka pun berselimut duka. Mereka semua berharap dan berangan-angan, andai engkau bisa tetap tinggal bersama mereka. Namun alangkah jauh dan mustahil ada seorang makhluk yang dapat menambah umurmu atau mengembalikan ruhmu. Sesungguhnya Dzat yang memberi kehidupan kepadamu, Dia jugalah yang mencabut kehidupan tersebut. Milik-Nya lah apa yang Dia ambil dan apa yang Dia berikan. Dan segala sesuatu di sisi-Nya memiliki ajal yang telah ditentukan.
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu berkata, “Tidaklah hati seorang hamba sering mengingat mati melainkan dunia terasa kecil dan tiada berarti baginya. Dan semua yang ada di atas dunia ini hina baginya.”
Adalah ‘Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullahu bila mengingat mati ia gemetar seperti gemetarnya seekor burung. Ia mengumpulkan para ulama, maka mereka saling mengingatkan akan kematian, hari kiamat dan akhirat. Kemudian mereka menangis hingga seakan-akan di hadapan mereka ada jenazah. (At-Tadzkirah, hal. 9)
Tentunya tangis mereka diikuti oleh amal shalih setelahnya, berjihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bersegera kepada kebaikan. Beda halnya dengan keadaan kebanyakan manusia pada hari ini. Mereka yakin adanya surga tapi tidak mau beramal untuk meraihnya. Mereka juga yakin adanya neraka tapi mereka tidak takut. Mereka tahu bahwa mereka akan mati, tapi mereka tidak mempersiapkan bekal. Ibarat ungkapan penyair:
Aku tahu aku kan mati namun aku tak takut
Hatiku keras bak sebongkah batu
Aku mencari dunia seakan-akan hidupku kekal
Seakan lupa kematian mengintai di belakang
Padahal, ketika kematian telah datang, tak ada seorangpun yang dapat mengelak dan menundanya.
فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لاَ يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلاَ يَسْتَقْدِمُونَ
“Maka apabila telah tiba ajal mereka (waktu yang telah ditentukan), tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula mereka dapat mendahulukannya.” (An-Nahl: 61)
وَلَنْ يُؤَخِّرَ اللهُ نَفْسًا إِذَا جَاءَ أَجَلُهَا
“Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan kematian seseorang apabila telah datang ajal/waktunya.” (Al-Munafiqun: 11)
Wahai betapa meruginya seseorang yang berjalan menuju alam keabadian tanpa membawa bekal. Janganlah engkau, wahai jiwa, termasuk yang tak beruntung tersebut. Perhatikanlah peringatan Rabbmu:
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدْ
ﭢ ﭣ ﭤ ﭥ ﭦ
“Dan hendaklah setiap jiwa memerhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (Al-Hasyr: 18)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu menjelaskan ayat di atas dengan menyatakan, “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan lihatlah amal shalih apa yang telah kalian tabung untuk diri kalian sebagai bekal di hari kebangkitan dan hari diperhadapkannya kalian kepada Rabb kalian.” (Al-Mishbahul Munir fi Tahdzib Tafsir Ibni Katsir, hal. 1388)
Janganlah engkau menjadi orang yang menyesal kala kematian telah datang karena tiada berbekal, lalu engkau berharap penangguhan.
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلاَ أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian, lalu ia berkata, ‘Wahai Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat hingga aku mendapat kesempatan untuk bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih?’.” (Al-Munafiqun: 10)
Karenanya, berbekallah! Persiapkan amal shalih dan jauhi kedurhakaan kepada-Nya! Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

Sabtu, 22 November 2008

selamat idul fitri

Taqobbalallohu minna wa minkum, taqobbal ya karim

Dear All,

Gema suara takbir memecah hening, menyambut kemenangan di hari nan Fitri, setelah sebulan penuh kita ditempa di bulan suci Ramadhan. Minal Aidzin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Bathin. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429 H. Semoga moment Idul Fitri menjadikan kita sosok yang lebih baik daripada diri kita sebelumnya.


Keluarga Besar Andi Juniarto

A GLASS OF MILK


Suatu hari, seorang anak lelaki miskin yang hidup dari menjual asongan dari pintu ke pintu, menemukan bahwa dikantongnya hanya tersisa beberapa sen uangnya, dan dia sangat lapar. Anak lelaki tersebut memutuskan untuk meminta makanan dari rumah berikutnya. Akan tetapi anak itu kehilangan keberanian saat seorang wanita muda membuka pintu rumah. Anak itu tidak jadi meminta makanan, ia hanya berani meminta segelas air. Wanita muda tersebut melihat, dan berpikir bahwa anak lelaki tersebut pastilah lapar, oleh karena itu ia membawakan segelas besar susu. Anak lelaki itu meminumnya dengan lambat, dan kemudian bertanya, " Berapa saya harus membayar untuk segelas besar susu ini ?" Wanita itu menjawab: "Kamu tidak perlu membayar apapun". "Ibu kami mengajarkan > untuk tidak menerima bayaran untuk kebaikan" kata wanita itu menambahkan. Anak lelaki itu kemudian menghabiskan susunya dan berkata :" Dari dalam hatiku aku berterima kasih pada anda." Sekian tahun kemudian, wanita muda tersebut mengalami sakit yang sangat kritis. Para dokter dikota itu sudah tidak sanggupmenganganinya. Mereka akhirnya mengirimnya ke kota besar, dimana terdapat dokter spesialis yang mampu menangani penyakit langka tersebut. Dr. Howard Kelly dipanggil untuk melakukan pemeriksaan. Pada saat ia mendengar nama kota asal si wanita tersebut, terbersit seberkas pancaran aneh pada mata dokter Kelly. Segera ia bangkit dan bergegas turun melalui hall rumahsakit, menuju kamarsi wanita tersebut. Dengan berpakaian jubah kedokteran ia menemui si wanita itu. Ia langsung mengenali wanita itu pada sekali pandang. Ia kemudian kembali ke ruang konsultasi dan memutuskan untuk melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan nyawa wanita itu. Mulai hari itu, Ia selalu memberikan perhatian khusus pada kasus wanita itu. Setelah melalui perjuangan yang panjang, akhirnya diperolehkemenangan... Wanita itu sembuh !!. Dr. Kelly meminta bagian keuangan rumah sakit untuk mengirimkan seluruh tagihan biaya pengobatan kepadanya untuk persetujuan. Dr. Kelly melihatnya, dan menuliskan sesuatu pada pojok atas lembar tagihan , dan Kemudian mengirimkannya ke kamar pasien. Wanita itu takut untuk membuka tagihan tersebut, ia sangat yakin bahwa Ia tak akan mampu membayar tagihan tersebut walaupun harus dicicil seumur hidupnya. Akhirnya Ia memberanikan diri untuk membaca tagihan tersebut, dan ada sesuatu yang menarik perhatuannya pada pojok atas lembar tagihan tersebut. Ia membaca tulisan yang berbunyi.."Telah dibayar lunas dengan segelas besar susu !!" tertanda, DR Howard Kelly. Air mata kebahagiaan membanjiri matanya. Ia berdoa: "Tuhan, terima kasih, bahwa cintamu telah memenuhi seluruh bumi melalui hati dan tangan manusia."
Karena Ilmu dan Keyakinan

Ada seseorang yang butuh kejadian sesuatu, yang kemudian mengantarkannya
kepada Allah. Ada juga yang cukup dengan ilmu dan keyakinan yang
mendorongnya beribadah, tunduk dan patuh kepada Allah. Dua-duanya
istimewa. Yang salah adalah yang tidak bergeming, tidak beribadah; baik
dengan ilmunya, maupun pengalamannya.

Berikutnya, kisah seorang yang melakukan ibadah, sebab didahului oleh
ilmu dan keyakinan. Adalah Iwan, sebut begitu, seorang karyawan di
sebuah perusahaan otomotif. Ia mendengar kuliah dhuha pagi itu di
kantornya, bahwa shalat Dhuha 6 rakaat punya fadhilah,

"Allah akan mencukupkan rezekinya."

Saya yang menjadi guru tetap di pengajian bulanan tersebut bertutur
kira-kira begini, "Kalo kita percaya sama Allah, kita kudu percaya akan
petunjuk-Nya. Salah satunya ketika Allah dan Rasul-Nya bicara tentang
petunjuk bagaimana mencari rezeki. Dalam banyak bab "Mencari Rezeki",
salah satu yang dijadikan jalan pembuka pintu rezeki adalah shalat
Dhuha. Allah bilang lewat Rasul-Nya dalam sebuah hadits qudsi,

"Dari Rasulullah Saw, Allah Swt berfirman, 'Wahai anak Adam, shalatlah
untuk-Ku empat rakaat di awal siang (dhuha), maka akan Aku cukupkan
bagimu siangmu." (Hadits qudsi diriwayatkan oleh at-Tirmidzi)

Begitulah saya memotivasi para mustami' (pendengar majelisnya) agar
mereka mau berkenan shalat Dhuha. Saya yang menyodorkan janji Allah dan
Rasul-Nya sebagai dorongan beribadah mengatakan, bahwa tidak usah takut
mengerjakan shalat Dhuha lantaran janji dan dorongan Allah dan Rasul-Nya
ini. Inilah yang disebut KEUTAMAAN. Bukankah orang yang percaya sama
Allah dan Rasul-Nya disebut orang yang beriman? Sedangkan iman itu apa
sih? Iman itu'kan percaya. Maka ketika Allah dan Rasul-Nya menyeru
dengan memberi dorongan sejumlah keutamaannya, maka inilah kiranya
kebaikan Allah dan Rasul-Nya dan kebaikan seseorang yang beriman yang
percaya sama kalam Allah dan Rasul-Nya. Berkaitan dengan shalat Dhuha,
di dalam majelis di kantor tersebut, saya kemudian mengatakan ini,
"Ketika seseorang shalat Dhuha 6 rakaat, Allah punya kalam lain,

"Siapa yang shalat Dhuha 6 rakaat, Allah akan mencukupkan kebutuhannya
hari itu."

Selanjutnya saya memotivasi, "Jika di antara saudara yang hadir di sini
percaya, lalu punya kebutuhan, punya hajat, dan dia berkenan shalat
Dhuha 6 rakaat, percayalah insya Allah janji Allah ini benar-benar akan
terwujud." Alhamdulillah. Di antara jamaah yang hadir, ya Iwan itu.

Iwan mendengar perkataan saya, "Kejar target, kejar kebutuhan yang
diperlukan dengan mendirikan shalat Dhuha 6 rakaat. Sisihkan waktu.
Daripada cape enggak karuan, mending ngorbanin waktu sedikit untuk
mengundang janji Allah terbukti di masalah dan hajat kita." Rupanya
termotivasi betul Iwan mendengar hal demikian. Tidak sabar ia menunggu
waktu pulang. Waktu itu hari Jum'at. Pengajian saya di sana, saban hari
Jum'at pagi keempat tiap bulannya. Ia pengen cepat-cepat pulang. Pengen
mengabarkan kepada istrinya ini. Pengajian tadi seakan menjadi solusi
baginya, yaitu bagi bayangan kesulitan yang sedang ada di depan matanya.

Memangnya apa kesulitannya Iwan ini?

2 bulan lagi ia punya kebutuhan 7,5 juta untuk biaya studi 3 anaknya.
Sebagai karyawan biasa, angka ini besar sekali buat dia. Apalagi dia
punya satu dua cicilan utang. Tapi ia tadi pagi mendengar saya berkata,
"Dulu, sebelum tahu ilmu dhuha ini, seseorang begitu punya kesulitan,
sudah berancang-ancang mencari bantuan dan pertolongan orang lain.
Sekarang, enggak usah. Cari saja pertolongan lewat sisi Allah ini. Nanti
Allah yang menyediakan jalanjalan- Nya."

Iwan mengamini. Memang begitu. Ia dulu bukan saja sekadar
berancang-ancang mencari bantuan. Tapi ia bahkan sudah berjalan mencari
bantuan itu! Ke sana kemari. Ketemu enggak?

Enggak!

Makanya, ketika dapat pencerahan pagi itu, ia bahagia sekali. Ia tahu
kesalahannya kini. Ia cari bantuan orang lain tapi tidak mencari Allah,
Pemilik segala bantuan yang diinginkan. Ia tahu kesalahannya. Langkah ia
tetapkan untuk mencapai dan mengejar apa yang menjadi kebutuhannya. Tapi
karena ia mencari tanpa ilmu, tanpa pengetahuan bahwa ada cara mudah dan
cepat, yaitu menyandarkan pada kekuatan Allah, ia punya langkah tak
jelas. Kini, dengan shalat Dhuha ia percaya langkahnya ini menjadi
jelas. Sebab jelas juga yang ia tuju; ridha dan pertolongan Allah
melalui shalat Dhuha.

"Katakanlah, 'Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya
kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan."
(QS. az- Zumar: 44)

Subhanallah! Mudah-mudahan kita berkeyakinan seperti yakinnya Iwan ini.
Sesampainya di rumah, bertuturlah Iwan kepada istrinya sebagaimana saya
bertutur untuk dirinya. Iwan lalu meminta istrinya itu menemaninya
shalat Dhuha. Ia shalat di kantor di selasela kesibukannya. Istrinya
shalat di rumah. Dhuha yang diambilnya 6 rakaat, dengan keyakinan bahwa
inilah cara yang benar yang insya Allah menjadi jalannya menutup 7,5
juta. Saudaraku, kita coba berhenti sejenak.

Sampe sini, banyak orang yang menyalahkan dengan mengeluarkan ungkapan,
"Shalat Dhuha kok untuk uang…? Untuk kebutuhan... ?" Begitu'kan?

Banyak yang menyalahkan pencari pertolongan Allah lewat ibadah.

Tapi terserahlah. Masing-masing punya pendapat. Yang penting, jika
saudara hanya berdebat, maka kebesaran Allah tidak akan terjadi.
Silahkan sibuk saja terus berdebat. Tidak usah melakukan. Akan halnya
Iwan, karena ia melakukannya dengan segenap keyakinan atas informasi
(ilmu) yang didapatnya, maka ilmu dan keyakinannya, bekerja! Keajaiban
pertolongan Allah benar-benar terjadi!

Hanya selang dua minggu ia melakukan, jawaban untuk dana yang ia
butuhkan ia dapati. Ya, hanya 2 minggu! Unbelieveable!

Iwan lapor kepada saya di pengajian Jum'at berikutnya, alias di empat
pekannya kemudian. Bahwa ia tidak berhenti sampe di situ. Ia terus
meminta istrinya meneruskan riyadhah lewat shalat Dhuha ini untuk
masalahnya yang lain, di luar masalah yang 7,5 juta untuk anggaran
pendidikan anak-anaknya.

Hebat! Saya mengatakan hebat. Banyak orang yang tidak percaya, Iwan
percaya. Ketika seseorang melakukan apa yang diseru Allah dan Rasul-Nya,
lalu tatkala Allah membuktikan kebenaran janji-Nya, orang tersebut
berhenti sampai di situ, alias tidak meneruskan lagi menjadi sebuah
pekerjaan yang di-dawam-kan. Sedangkan Iwan? Dia malah meneruskan.

Hebat! Ya hebat.

Memang apa masalahnya Iwan yang lain? Ada lagi?

Namanya juga manusia. Kalau mau jujur, masalahnya pasti banyak. Rupanya
Iwan punya utang 50 juta. Ia lumayan pening dengan urusan ini. Otaknya
enggak aja memikirkan yang 50 juta ini. Sebab sebelumnya, yang 7,5 juta
enggak tahu bagaimana ngurusinnya. Karenanya ketika ia berdecak kagum
akan dhuha ini, untuk urusan 7,5 jutanya, ia meneruskan dhuhanya
tersebut untuk urusan 50 jutanya. Ia yakin, kali ini pun ia pasti
berhasil. Caranya sama, Tuhannya sama, masa iya enggak berhasil. Di
depan jamaah lain yang mendengar testimoni Iwan, lagi-lagi saya
mengatakan hebat.

"Seseorang yang melakukan tanpa ilmu dan tanpa keyakinan saja, insya
Allah ia akan tetap merasakan fadhilah (keuntungan) amal, apalagi yang
melakukannya sebab ilmu, sebab yakin, dan sebab pengalaman. Pasti
bertambah subhanallah dah," tutur saya menimpali. Itulah yang memang
terjadi. Iwan bercerita, bahwa 50 juta itu ia dapatkan sebelum genap ia
ketemu Jum'at yang keempat. Alias ia mendapatkan jawaban atas
kebutuhannya itu, juga dalam waktu kurang 2 minggu! Jarak tempuh
pencapaian target hanya 2 minggu sejak ia tetapkan dirinya untuk
menempuh jalan shalat Dhuha 6 rakaat.

Untuk yang satu ini, saya memiliki komentar yang menarik. Kata saya,
percepatan itu terjadi sebab Iwan mengerjakannya tidak sendirian,
melainkan bersama-sama istrinya. Ibarat memakai kaki untuk berjalan,
Iwan memakai kaki yang lengkap, kiri dan kanan. Jelas lebih cepat
dibandingkan dengan mereka yang berjalan dengan satu kaki. "Jadi, buat
saudara yang kepengen mencapai target kebutuhan rumah tangga dan
usahanya, jangan lakukan sendirian. Jalankan bersama-sama istri atau
suami masing-masing. Kalau perlu, bersama-sama satu tim, satu divisi,
satu kelompok, bersama karyawan, dan seterusnya. Pokoknya jangan
sendirian." "Buat yang hidupnya memang sendirian gimana Ustadz?" tanya
salah satu jamaah. "Pikirkan saja cara-cara yang ia bisa melakukannya
bersama yang lain. Misalnya, menjamu kawan kosnya yang beda tempat,
sarapan bersama. Lalu utarakan tentang fadhilah dhuha 6 rakaat, dan
kemudian lakukan bersama-sama. Atau undang anak-anak yatim sekitar yang
sekolahnya siang. Jamu mereka, dan lakukan shalat Dhuha bersama. Insya
Allah larinya bakal cepat."

Tidak lupa saya mengingatkan walau bersama-sama, tapi tetap dengan niat
"sendiri sendiri" , bukan berjamaah.

Nah, di akhir cerita, Iwan mengaku, "Insya Allah Ustadz, saya akan tetap
menjaga niat, untuk melakukan dhuha bukan karena masalah dan keinginan,
tapi karena Allah semata." Terhadap kalimat yang kayak begini, Luqman
mengoreksi, "Jangan berkurang keyakinan Wan. Yakini apa yang sudah
terjadi sebagai sebuah kebenaran. Banyak orang yang tidak tahu, Iwan
tahu. Banyak orang yang tidak yakin, Iwan yakin. Banyak orang yang gelap
bagaimana menyelesaikan masalahnya, bagaimana menjawab keinginannya,
Iwan mengetahui kunci-kuncinya. Masa'kan lalu Iwan membungkusnya dengan
kalimat "yang benar" tapi "tidak tepat" seperti itu. Tidak Wan. Tidak
ada yang salah dengan yang Iwan lakukan sehingga Iwan perlu mengatakan
bahwa Iwan akan menjaga niat untuk melakukan hanya karena Allah. Tidak
perlu! Itulah kepercayaan orang yang beriman. Kepercayaannya bekerja.
Bekerja menjadi keajaiban. Satu yang Iwan perlu lakukan adalah tambah
rasa syukurnya dengan tetap melakukan ibadah dhuha 6 rakaat tersebut
tanpa perlu ada masalah dan keinginan. Sedangkan bila Iwan ada lagi
masalah dan keinginan, maka itulah yang disebut iman, yaitu Iwan
membawanya lagi kepada Allah dengan cara melakukan petunjuk- Nya."

Saudaraku, tulisan bagian ini ditulis dan dimasukkan ke dalam buku "THE
MIRACLE". Di mana di buku ini dikupas secara mendalam filosofi amal
perbuatan yang dilakukan dengan berdasarkan ilmu, keyakinan, dan
pengalaman, hingga kemudian diistiqamahkan atau didawam- kan. Maka
ketika saudara tidak menghentikan riyadhah saudara, maka percayalah,
keajaiban akan terus menerus terjadi! Insya Allah.

Percaya dengan janji dan kalam Allah dan Rasul-Nya, inilah yang disebut
iman yang sempurna. Tambah sempurna dengan menyempurnakan iman menjadi
berwujud amal shaleh.?

***

Percuma mencari segala teori penyelesaian hidup, jika Yang Maha Segala
tidak menghendaki.

***

Bentuk konritnya tentu saja ada. Di antaranya saya berusaha keras
memperbaiki rundown hidup saya dulu yang selama ini salah. Ya,
urut-urutan kita menjalani hidup ini, salah. Dan emang urusan sama Allah
mah kayak tebalik balik. Mestinya tengah malam atau di penghujung malam
enak-enak tidur, kita disuruh bangun. Pagi-pagi disuruh ngegetolin nyari
duit, ini merilekskan badan dan pikiran dulu buat dhuha. Di saat-saat
sedang sibuk, ada zuhur sama ashar. Ketika dapat duit, maka disuruh
ngeluarin lagi sebagiannya. Padahal di saat yang sama, kita malah
kepengennya kan bertambah, bukan berkurang. Beginilah hidup seorang
mukmin, seorang yang percaya sama Allah. Dia tunduk dan patuh kepada
Allah dan terhadap aturan-aturan- Nya, dan inilah Islam; aslama yuslimu,
islaaaman, berserah diri, tunduk dan patuh kepada Allah dan
ajaran-ajaran- Nya. Pelakunya disebut muslim (faa'il/subject) .
Nyatanya? Di kehidupan sehari-hari? Kita kurang ikhlas ngejalanin hidup
ini. Kita ga sabar ngejalanin ibadah. Kita pun malah menjadikan
ibadah-ibadah menjadi beban. Ada yang hanya kemudian menjalankan
wajibnya saja, dan wajib itupun dijalankan tidak dengan sepenuh hati.

Saya menyebut saya menjalani kehidupan yang salah, sebab itu hidup saja
jadi jauh dari Allah.

Bagaimana salahnya? Di mana salahnya?

Begini, setiap mukmin, mestinya memulai harinya dari bangun di
pertengahan malam, di dua pertiga malam, atau di sepertiga malam yang
terakhir. Bangun untuk apa? Untuk tahajjud, untuk sujud kepada Allah
Yang Maha Rahman. Allah menyebut mereka sebagai hamba-Nya jika kemudian
kita semua bisa "yabiituuna lirobbihim sujjadaw wa qiyaamaa", di tengah
malam bisa sujud dan ruku di hadapan Allah. Wadz-kurisma rabbika
bukrataw washiilaa, kita bisa mengingat Allah di saat pagi dan petang.
Coba saja benahin tahajjudnya, niscaya garis hidup akan lurus lagi
dengan sendirinya.

-Ust Yusuf Mansyur.-
kuliah onlinse wisatahati



Dapatkan alamat Email baru Anda!
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan sebelum diambil orang lain!